STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN KOMUNIKASI PUSTAKAWAN DENGAN PEMIMPIN MULTIGENERASI PADA SEBELAS PERPUSTAKAAN UNIT KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.21082/jpp.v29n2.2021.p59-66Keywords:
Pustakawan, pimpinan, kekuasaan, multigenerasi, komunikasiAbstract
Perpustakaan pada unit kerja lingkup Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI), memiliki pemimpin yang berbeda generasi usianya. Setiap pemimpin identik dengan kekuasaan yang dimiliki dan memiliki cara berkomunikasi yang berbeda akibat dari kekuasaan yang dimiliki. Pustakawan di perpustakaan tersebut memiliki pengalaman bagaimana berkomunikasi dengan pimpinannya. Fokus penelitian ini untuk mengungkapkan bagaimana pengalaman komunikasi pustakawan dengan pimpinanannya yang berbeda generasi di 11 unit kerja Kementan RI. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk (1) mengetahui penggunaan kekuasaan pada pemimpin multigenerasi di 11 perpustakaan unit kerja Kementan RI (2) mengetahui generasi pemimpin yang menjadi idola pustakawan dalam berkomunikasi (3) mengetahui penyebab konflik komunikasi yang terjadi antara pustakawan dengan pemimpin multigenerasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada November 2018. Penentuan key informant dengan purpose sampling, yaitu memilih sebelas pustakawan dari 11 unit kerja dengan usia pimpinan yang berbeda generasi (X,Y, dan Baby Boomer). Hasil penelitian ini menunjukkan pemimpin generasi baby boomer cenderung hanya menggunakan kekuasaan sah (legitimate power) dan kekuasaan keteladanan (referent power). Sedangkan generasi X dan Y cenderung menggunakan kekuasaan sah (legitimate power) dan kekuasan keahlian (expert power). Kekuasaan penghargaan (reward power) dan kekuasaan paksaan (coercive power) cenderung digunakan pada pemimpin semua generasi di perpustakaan unit kerja Kementan RI. Generasi pemimpin yang menjadi idola pustakawan dalam berkomunikasi cenderung pada generasi X dan Y. Konflik komunikasi yang terjadi antara pustakawan dengan pemimpin multigenerasi cenderung disebabkan karena perbedaan pola pikir dan cara pandang.