Modernisasi Penyuluhan Pertanian di Indonesia: Dukungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Eksistensi Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Daerah
DOI:
https://doi.org/10.21082/akp.v14i2.83-96Keywords:
agricultural extension, decentralization, local autonomy, modern extension, desentralisasi pemerintahan, otonomi daerah, penyuluhan modern, penyuluhan pertanianAbstract
Agricultural extension is moving toward modern one which is accelerated by Law No. 16/2006 on Agricultural, Fishery, and Forestry Extension System based on the spirit of decentralization, democracy, and participation. This progress is disturbed by Law No. 23/2014 on Regional Government. To some extent, the Law No. 23/2014 threatens regional agricultural extension institution existence. This paper aims to review and to analyze the future of agricultural extension modernization in Indonesia. Results of the analysis found that agricultural extension should refer to the Law No. 16/2006. The government should maintain the well-arranged regional agricultural extension existence as it is in accordance with decentralization spirit described in the Law No. 23/2014. According to the Letter of Minister of Agriculture No. 02/SM.600/M/1/2015 on the Implementation of Agricultural Extension, in transition period waiting for the derived Law on Local Government, regional agricultural extension institution is implemented in accordance with Law No. 16/2006. Ministry of Agriculture may keep referring to Law No. 16/2016 because this act is lex specialis. Modernization spirit of Law No. 16/2006 will be reinforced along with the Law on Regional Government to be legislated.
Abstrak
Setelah dibangun puluhan tahun, penyuluhan pertanian Indonesia sesungguhnya telah mulai mewujud sebagai bentuk penyuluhan yang modern. Kemajuan ini didorong oleh kelahiran UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3) yang berbasiskan semangat desentralisasi, demokratis, dan partisipatif. Namun, kondisi ini terusik dengan keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang bagi sebagian orang dianggap mengancam keberadaan kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah. Tulisan ini berupaya mempelajari masa depan modernisasi penyuluhan pertanian di Indonesia dengan berdasarkan kepada kajian kebijakan dengan pendekatan review ilmiah teoretis dan kebijakan. Cakupan analisis dibatasi kepada kedua kebijakan tersebut, yakni UU Penyuluhan dan UU Pemerintahan Daerah, berkenaan dengan eksistensi kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah. Hasil analisis mendapatkan bahwa seharusnya penyuluhan pertanian tetap dijalankan dengan berpedoman kepada UU SP3. Keberadaan kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah yang sudah tertata baik seharusnya tidak perlu diubah karena sesungguhnya sejalan dengan semangat desentralisasi yang diusung oleh UU Pemerintahan Daerah ini. Sesuai dengan Surat Menteri Pertanian No. 02/SM.600/M/1/2015 perihal Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, dalam masa transisi menunggu turunan UU tentang Pemda, kelembagaan dan operasional penyuluhan di daerah tetap berjalan sebagaimana biasa dengan berpedoman kepada UU SP3. Kementerian Pertanian dapat tetap berpegang kepada UU SP3 dengan argumentasi bahwa UU ini bersifat lex specialis. Sesungguhnya semangat modernisasi dari UU Penyuluhan akan dikuatkan dengan kelahiran UU tentang Pemda tersebut.ri UU Penyuluhan akan dikuatkan dengan kelahiran UU tentang Pemda tersebut.
Downloads
References
Alexandratos N, editor. 1995. Chapter 10, Human resources development in agriculture: developing country issues [Internet]. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations; [cited 2015 Oct 17]. Available from: http://www.fao.org/docre p/v4200e/v4200e11.htm
Amanah S. 2008. Sistem penyuluhan perikanan dalam mengantisipasi era perubahan. J Penyul. 4(2):139-151.
Blum A, Lowengart-Aycicegi A, Magen H. 2010. The role and function of agricultural extension. Research Report. e-ifc [Internet]. [cited 2015 Oct 17]; 25:2-9. Available from: https://www.ipipotash. org/udocs/eifc_no25-rf1.pdf
Cahyono ED. 2014. Challenges facing extension agents in implementing the participatory extension approach in Indonesia: a case study of Malang regency in the East Java region [Dissertation]. [Ohio (US)]: The Ohio State University.
Chamala S, Shingi PM. 2007. Chapter 21, Establishing and strengthening farmer organizations. In: Swanson BE, Bentz RP, Sofranko AJ, editors. 2007. Improving agricultural extension: a reference manual [Internet]. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations. p. 195-201; [cited 2015 Oct 2]. Available from: http://www.fao.org/docrep/w5830 e/w5830e0n.htm
Charina A. 2015. Kajian kinerja penyuluhan pertanian di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. J Soc Econ Agr. 4(1):46-55.
Departemen Pertanian. 1999. Paradigma penyuluhan pertanian pada abad ke-21. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Earnest GW, Ellsworth D, Nieto RD, McCaslin NL, Lackman L. 1995. Developing community leaders: an impact assessment of Ohio’s community leadership programs. Columbus (US): Ohio State University, Cooperative Extension Service.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1990. Report of the global consultation on agricultural extension. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1997. Improving agricultural extension. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Garforth C. 1993. Rural people's organizations and extension communication in northern Thailand. J Ext Syst. 9(2):33-64.
Ibrahim H, Majdah Z, Ibrahim T. 2014. Peranan pemimpin lokal dalam meningkatkan kemampuan kelompok: kasus kelompok tani di Desa Pulo Kencana Kecamatan Pontang Kabupaten Serang. J Penyul. 10(1):25-34.
Kerka S. 1998. Extension today and tomorrow. Trends and issues alert [Internet]. Washington, DC (US): Office of Educational Research and Development; [cited 2014 Aug 17]. Available from: http://www.cete.org/acve/docgen.asp?tbl=tia&ID=121.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan; pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1998. Jakarta (ID): Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
[KPPN] Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional. 2015. Penyuluhan pertanian untuk kesejahteraan petani dan swasembada pangan: rangkuman rekomendasi komisi penyuluhan pertanian nasional (KPPN). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Leeuwis C. 2004. Communication for rural innovation: rethinking agricultural extension. 3rd ed. Oxford (UK): Blackwell Science Ltd.
Mappamiring, Sarma M, Gani DS, Asngari PS. 2010. Peran aparatur pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. J Penyul. 6(1):38-48.
Margono T, Sugimoto S. 2011. The barriers of the Indonesian extension workers in disseminate agricultural information to farmers. Int J Basic Appl Sci. 11(2):80-86.
Marliati, Sumardjo, Asngari PS, Tjitropranoto P, Saefuddin A. 2008. Faktor-faktor penentu peningkatan kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani: kasus di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. J Penyul. 4(2):92-99.
Marsh SP, Pannell DJ. 2002. Agricultural extension policy in Australia: the good, the bad, and the misguided. Aus J Agr Res Econ [Internet]. [cited 2005 Aug 31]; 44(4):605-627. Available from: http://www.rirdc.gov.au/pub/shortreps/sr66. html
Muin F. 2014. Otonomi daerah dalam perspektif pembagian urusan pemerintah-pemerintah daerah dan keuangan daerah. Fiat Justisia. 8(1):69-79.
Muneer SE. 2014. Agricultural extension and the continuous progressive farmers’ bias and laggards blame: the case of date palm producers in Saudi Arabia. Int J Agric Ext [Internet]. [cited 2015 Oct 17]; 02(03):177-182. Available from: http://esci journals.net/index.php/IJAE/article/view/827
Patterson TE, Jr. 1998. Commentary II: a new paradigm for extension administration. J Ext [Internet]. [cited 2015 Nov 2]; 36(1). Available from: https://www.joe.org/joe/1998february/comm 1.php
Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/ OT.140/11/2008 tentang pedoman pembinaan penyuluh pertanian swadaya dan penyuluh pertanian swasta. 2008. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 72/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian. 2011. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 2007. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Peraturan Presiden nomor 154 tahun 2014 tentang kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. 2014. Jakarta (ID): Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Punjabi VAM. 2001. In search of a new paradigm for agricultural extension in India [Internet]. Hyderabad (IN): Centre for Management in Agriculture, Indian Institute of Management; [cited 2015 Oct 17]. Available from: http://www.iimahd. ernet.in/~ahuja/exten.htm
Qamar MK. 2005. Modernizing national agricultural extension systems: a practical guide for policy-makers of developing countries [Internet]. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations, Extension and Training Division Sustainable Development Department, Agricultural Training and Extension Research; [cited 2015 Oct 17]. Available from: http://www.fao.org/docrep/008/a0219e/a0219e00.HTM
Rivera WM. 1997. Agricultural extension into the next decade. Eur J Agr Educ Ext. 4(1): 29-38.
Rogers EM. 2003. Diffusion of innovations. 5th ed. New York (US): The Free Pr.
Sadono D. 2008. Pemberdayaan petani: paradigma baru penyuluhan pertanian di Indonesia. J Penyul. 4(1):65-74.
Setiawan IG. 2005. Masalah-masalah penyuluhan pertanian. J Penyul. 1(1):57-61.
Shahbaz B, Salaman A. 2014. Enabling agricultural policies for benefiting smallholders in dairy, citrus and mango industries of Pakistan. Project No. ADP/2010/091. Backgroud Paper nomor 2014/1. Agricultural extension service in Pakistan: chalenges, constraints and ways-forward. Fasisalabad (PK): University of Agriculture Fasisalabad Institute of Agri Extension and Rural Development.
Singh B. 2009. Agricultural extension: needed paradigm shift. Indian Res J Ext Edu [Internet]. [cited 2015 Oct 17]; 9(3):1-5. Available from: http://www.seea.org.in/vol9-3-2009/01.pdf
Subejo. 2006. Penyuluhan pertanian Indonesia di tengah isu desentralisasi, privatisasi dan demokratisasi. J Penyul. 2(2):69-76.
Sudharto. 2011. Kajian keberadaan provinsi dalam penguatan otonomi daerah. CIVIS. 1(2):1-6.
Suhanda, Sufiani N, Jahi A, Ginting BS, Susanto D. 2008. Kinerja penyuluh pertanian di Jawa Barat. J Penyul. 4(2):100-108.
Swanson BE, Farner BJ, Bahal R. 1997. The current status of agricultural extension worldwide. In: Swanson BE, editor. Report of the global consultation on agricultural extension. Rome (IT): Food and Agriculture of the United Nations.
Swanson BE, Rajalahti R. 2010. Strengthening agricultural extension and advisory systems: procedures for assessing, transforming, and evaluating extension systems. Discussion Paper No. 44. Agriculture and rural development. Washington, DC (US): The International Bank for Reconstruction and Development, The World Bank.
Swanson BE, Robert PB, Andrew JS, editors. 2004: Improving agricultural extension: a reference manual [Internet]. [cited 2014 Oct 14]. Available from: http://www.fao.org
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1945 tentang peraturan mengenai kedudukan Komite Nasional Daerah. 1945. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1948 tentang penetapan aturan-aturan pokok mengenai pemerintahan sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. 1948. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Lembaran negara Republik Indonesia tahun 1957 nomor 6. 1957. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Tambahan lembaran negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 2777. 1965. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Tambahan lembaran negara Republik Indonesia tahun 1974 nomor 3037. 1974. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Tambahan lembaran negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 3839. 1999. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 125. 2004. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2006 nomor 92. 2006. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Tambahan lembaran negara Republik Indonesia tahun 2013 nomor 5433. 2013. Jakarta (ID): Kementerian Sekretariat Negara RI.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Tambahan lembaran negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 5587. 2014. Jakarta (ID): Kementerian Sekretariat Negara RI.
White BA, Burnham B. 1995. The cooperative extension system: a facilitator of access for community-based education. In: Public libraries and community-based education: making the connection for lifelong learning. Vol. 2: Commissioned Papers. Washington, DC (US): National Institute on Postsecondary Education, Libraries, and Lifelong Learning, Office of Educational Research and Improvement, US Department of Education.