Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
DOI:
https://doi.org/10.21082/akp.v17n1.2019.1-12Keywords:
food consumption, animal protein sources, AIDS model, konsumsi pangan, sumber protein hewani, model AIDSAbstract
Animal protein intake determines food consumption quality for healthy, active, and productive life. Objectives of this study were to analyze consumption patterns and demand for animal protein sources in cattle producing centers in West Nusa Tenggara (NTB) and East Nusa Tenggara (NTT) provinces. This study employed 2014 Susenas data. Animal protein consumption levels in both provinces were below the recommended daily nutritional adequacy. Beef consumption participation level was very low (6.06%). Demand elasticities for animal products in rural areas were higher than those in urban areas, except for fresh fish. Income elasticities in urban areas were higher in terms of beef, chicken, milk, fresh fish and preserved fish. Income elasticities of meats and eggs in rural areas were higher for meats and eggs. Beef per capita consumption in 2020 is estimated to be 0.44 kg and in 2025 will reach 0.51 kg. Total demand for beef are projected to be 4,720 kg and 5,734 kg in 2020 and 2025, respectively. To achieve self-sufficiency in animal protein, in addition to beef self-sufficiency program currently implemented, it is necessary to increase other livestock products such as poultry with protein content equal to beef but with cheaper prices.
Abstrak
Asupan protein hewani menentukan kualitas konsumsi makanan yang diperlukan untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi dan permintaan pangan sumber protein hewani di daerah sentra produsen sapi di provinsi NTB dan NTT. Model AIDS digunakan untuk mengestimasi elastisitas permintaan pangan dan persamaan linear untuk mengestimasi proyeksi permintaan pangan hewani tahun 2020-2025. Data yang digunakan adalah data Susenas tahun 2014 dari BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber protein hewani masyarakat di dua provinsi di Nusa Tenggara belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Tingkat partisipasi konsumsi pangan sumber protein hewani untuk daging sapi cukup rendah, yaitu sebesar 6,06 %. Nilai elastisitas permintaan pangan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan untuk seluruh komoditas kecuali ikan segar. Elastisitas pendapatan masyarakat perkotaan lebih tinggi untuk daging sapi, daging ayam, susu, ikan segar, dan ikan awetan, sedangkan bagi masyarakat pedesaan untuk daging lainnya dan telur lebih besar. Hasil proyeksi menunjukkan permintaan daging sapi dalam periode tahun 2020-2025 terus meningkat. Konsumsi daging sapi per kapita di kedua provinsi tersebut tahun 2020 diperkirakan sebesar 0,44 kg/tahun dan tahun 2025 mencapai 0,51 kg/tahun, sehingga permintaan daging sapi tahun 2020 dan 2025 diproyeksikan masing-masing sebesar 4.720 kg dan 5.734 kg. Dalam rangka mewujudkan upaya swasembada protein hewani, selain program pencapaian swasembada daging sapi yang sudah berjalan, sebaiknya perlu diupayakan peningkatan komoditas pangan hasil ternak lainnya seperti unggas yang memiliki kandungan protein yang tidak kalah dengan daging sapi dengan harga yang lebih murah.
Downloads
References
Adetunji MO, Rauf MO. 2012. Analysis of household demand for meat, in Southwest, Nigeria. Global J of Science Frontier Research Agriculture & Biology.12(1): 14-21.
Anindita P. 2012. Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, kecukupan protein dan zinc dengan stunting (pendek) pada balita usia 6-35 bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. J Kesehatan Masyarakat. 1(2):617626.
Ariani M, Saliem HP. 2015. Pola pengeluaran dan konsumsi rumah tangga perdesaan: komparasi antartipe qgroekosistem. Dalam: Irawan B, Ariningsih E, Pasaandaran E, editors. Panel Petani Nasional: Rekonstruksi agenda peningkatan kesejahteraan petani. Jakarta (ID): IAARD Press.
Ariani M, Suryana A, Hastuti S, Saliem HP. 2018. Keragaan konsumsi pangan hewani berdasarkan pendapatan dan wilayah di tingkat rumah tangga. Analisis Kebijak Pertan. 16(2):1-17.
Baliwati YF, Putri YDO. 2012. Keragaan konsumsi ikan di Indonesia tahun 2005-2011. J Gizi dan Pangan. 7(3): 181-188.
Basuno E. 2004. Mengembalikan status wilayah Nusa Tenggara sebagai gudang ternak. Analisis Kebijak Pertan. 2(4):354-368
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS Provinsi NTB] Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2018. Proyeksi penduduk menurut kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat 2010-2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS Provinsi NTT] Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2018. Proyeksi penduduk (perempuan+laki-laki) Provinsi Nusa Tenggara Timur 2010-2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Cahyono JBSB. 2008. Gaya hidup dan penyakit modern. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Deaton A, Muellbauer J. 1980. Economics and consumer behaviour. London (UK): Cambridge University Press.
[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2011. Kebijakan umum ketahanan pangan 2010-2014. Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan.
[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik peternakan dan kesehatan hewan 2017. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ernawati F, Rosmalina Y, Permanasari Y. 2013. Pengaruh asupan protein ibu hamil dan panjang badan bayi lahir terhadap kejadian stunting pada anak usia 12 bulan di Kabupaten Bogor. Penel Gizi dan Makanan. 36(1):1-11.
Hanum F, Khomsan A, Heryatno Y. 2014. Hubungan asupan gizi dan tinggi badan ibu dengan status gizi anak balita. J Gizi dan Pangan. 9(1):1-6.
Henchion M, McCarthy M, Virginia C, Resconi, Troy D. 2014. Meat consumption: trends and quality matters. Meat Science. 98(3): 561-568
Heryadi AY, Zali M. 2017. Konsumsi daging sapi di Kabupaten Pamekasan. Seminar Nasional Peternakan 3 Tahun 2017, 18 September 2017. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin.
Hidayah N. 2011. Kesiapan psikologis masyarakat pedesaan dan perkotaan menghadapi diversifikasi pangan pokok. Humanitas. VIII (1): p. 89-104
Joosen AM, Kuhnle GG, Aspinall SM, Barrow TM, Lecommandeur E, Azqueta A, Collins AR, Bingham SA. 2009. Effect of processed and red meat on endogenous nitrosation and DNA damage. Carcinogenesis 30(8): 1402-1407.
Kementerian Kesehatan. 2013. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2012. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan.
Mathijs, E., 2015, Exploring future patterns of meat consumption. J Meat Science. 109:112-116.
Muchtadi TR, Sugiyono FA. 2010. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Bogor (ID): Alfabeta
Muzayyanah MAU, Nurtini S, Widiati R, Syahlani SP, Kusumastuti TA. 2017. Analisis keputusan rumah tangga dalam mengkonsumsi pangan sumber protein hewani asal ternak dan nonternak: Studi Kasus di Provinsi DI Yogyakarta. Buletin Peternakan. 41 (2): 203-211.
Nur YH, Nuryati Y, Resnia R, Santoso AS. 2012. Analisis faktor dan proyeksi konsumsi pangan nasional: Kasus pada komoditas: beras, kedelai dan daging Sapi. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. 6(1):37-52
Novarista N, Syahni R, Jafrinur. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan hewani pada konsumen rumah tangga di Kota Padang. J Agribisnis Kerakyatan. 3(1):64-74.
Purba RP. 2004. Analisis perubahan pola kKonsumsi daging di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Purwantini TB. 2015. Dinamika pola dan keragaman konsumsi rumah tangga perdesaan pada agroekosistem lahan kering berbasis perkebunan. Dalam: Irawan B, Ariningsih E, Pasaandaran E, editors. Panel Petani Nasional: Rekonstruksi agenda peningkatan kesejahteraan petani. Jakarta (ID): IAARD Press.
[Setneg] Sekretariat Negara. 2013. Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Saliem HP, Kustiari R. 2012. Prospek penawaran dan permintaan pangan nasional menghadapi tantangan global. J Pangan. 21(1):1-16
Sari NA. 2016. Analisis pola konsumsi pangan daerah perkotaan dan pedesaan serta keterkaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur. JEMI.16(2): 69-81.
Soedjana TD. 2013. Partisipasi konsumsi sebagai alat ukur status ketahanan pangan daging. Wartazoa. 23 (4):166-175.
Solihin RDM, Anwar F, Sukandar D. 2013. Kaitan antara status gizi, perkembangan kognitif, dan perkembangan motorik pada anak usia prasekolah. Panel Gizi Makan. 36(1):62-72.
Suryana A. 2014. Ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat berbasis kemandirian dan kearifan lokal: dari perspektif undang-undang pangan baru. Widyakarya Pangan dan Gizi X. Jakarta (ID). LIPI Press.
Suryana A, Ariani M. 2018. Faktor yang mempengaruhi dan arah perubahan pola konsumsi pangan berkelanjutan. Mewujudkan pertanian berkelanjutan. Agenda inovasi teknologi dan kebijakan. Jakarta (ID): IAARD Press.
Suryanty M, Reswita. 2016. Analisis konsumsi berbasis pangan hewani di Kabupaten Lebong : Pendekatan model AIDS (Almost Ideal Demand System). J Agrisep 15(1):101-110
Ugwumba COA & Effiong JAL. 2013. Analysis of household demand for beef in Owerri Metropolis of Imo State, Nigeria. J of Chemical, Biological and Physical Sciences. 3(2): 1201-1205.
Virgantari F, Daryanto A, Kuntjoro SU. 2011. Analisis permintaan ikan di Indonesia: Pendekatan model quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS). J Sosek KP. 6(2): 191-203.
Vranken, Liesbet., Avermaete, Tessa., Petalion, Dimitrios., Mathijs, Erik., 2014, Curbing global meat consumption: Emerging evidence of a second nutrition transition, Environmental Science & Policy. 39: 95-106.
Wahyuni D, Purnastuti L, Mustofa. 2016. Analisis tiga bahan pangan sumber protein hewani di Indonesia. J Economia 12(1): 43-53.
Winda A, Tawaf R, Sulistyati M. 2016. Pola konsumsi daging ayam broiler berdasarkan tingkat pengetahuan dan pendapatan kelompok. J Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. 5(2):1-15.