Keragaan Konsumsi Pangan Hewani Berdasarkan Wilayah dan Pendapatan di Tingkat Rumah Tangga
DOI:
https://doi.org/10.21082/akp.v16i2.147-163Keywords:
participation rate, consumption, animal protein, region, income group, partisipasi, konsumsi, pangan hewani, wilayah, kelompok pendapatanAbstract
Proper animal-based food consumption is needed to overcome nutrition problems including stunting. Related to provision of animal-based food, Ministry of Agriculture expands the target of self-sufficiency from beef only to animal protein from livestock. It requires accurate information on consumption pattern of this food group. This paper aims to present results of analyses on animal-based food consumption at household level by region and income class. Source of data was Susenas 2014 from Statistic Indonesia with national coverage. Participation rate and animal-based food consumption per capita were high at urban and highest income class households. At an aggregate level, consumption per capita of livestock and fishery products by urban household were higher than that in rural areas. Animal-based food frequently consumed were layer eggs, broiler chicken, and mackerel/tuna/skipjack. On average, per capita beef consumption and consumption participation rate were low. To achieve animal protein self-sufficiency, the government needs to implement intensification program on production and product development of livestock and fishery based products, development of infrastructure and marketing institution to expedite animal products’ distribution, maintaining affordable and stable prices of animal protein sources, and intensive promotion of animal protein consumption in the context of diverse, nutritious balanced, and safe food pattern.
Abstrak
Konsumsi pangan sumber protein hewani dalam jumlah cukup diperlukan untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan gizi, termasuk stunting. Terkait penyediaan pangan sumber protein hewani, Kementerian Pertanian memperluas sasaran swasembada dari hanya daging sapi menjadi protein hewani asal ternak. Sehubungan dengan itu, diperlukan informasi yang akurat terkait pola konsumsi kelompok pangan ini. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menyajikan hasil analisis berbagai pola konsumsi pangan hewani di tingkat rumah tangga yang dikaji berdasarkan kelas pendapatan dan wilayah tempat tinggal. Sumber data yang digunakan adalah hasil Susenas tahun 2014 dari BPS dengan cakupan nasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dan besaran konsumsi pangan hewani tinggi pada rumah tangga di perkotaan dan pada rumah tangga berpendapatan tinggi. Secara aggregat, konsumsi produk peternakan dan perikanan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Jenis pangan hewani yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam ras, daging ayam ras dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Rata-rata konsumsi daging sapi/kapita sangat rendah dan angka partisipasi konsumsi juga rendah. Disarankan upaya pencapaian swasembada protein hewani dilakukan melalui intensifikasi peningkatan produksi dan pengembangan produk pangan asal ternak dan ikan, pengembangan prasarana dan kelembagaan pemasaran untuk memperlancar distribusi, menjaga harga wajar serta stabil, dan promosi yang intensif atas pentingnya makan sumber pangan protein hewani dalam konteks pola makan beragam, bergizi seimbang, dan aman.
Downloads
References
Ariani M.2012. Rekontruksi pola pangan masyarakat dalamupaya percepatan diversifikasi pangan mendukung program MP3EI. Dalam: AnantoEE, S Pasaribu, M Ariani, B Sayaka, NS Saad, K Suradisastra, K Subagyono, H Soeparno, F Kasryno, E Pasandaran, R Hermawanto., editors. Kemandirian Pangan Indonesia dalam Perspektif Kebijakan MP3EI. Jakarta (ID): IAARD Press.
Ariani, M dan Haryono. 2015. Memperkuat Daya Saing Pangan Nusantara. Buku Memperkuat Daya Saing Produk Pertanian. Editor: Haryono,dkk. Hal. 361-387. IAARD Press. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia per propinsi. Survei Sosial Ekonomi Indonesia. Buku 3. Jakarta.k
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2015. Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan. Jakarta.
Cirera, Masset E. 2010. Income distribution trends and future food demand. J Philosophical Transactions B. The Royal Society Publishing. 365 (1554) p. 2821-2834.
Hakim, A. 2006. Perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian ikan asin di Desa Cibunar, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor. [Skripsi] S1 Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hariyadi P. 2011. Importance and role of protein in the indonesia daily diet. Presented at “Whey Protein Health and Fitness Seminar. http://www.seafast.ipb.ac.id/publication/ presentation/ USDEC-Protein-Whey-Jakarta-2011-handouts.pdf
Hidayah N. 2011. Kesiapan psikologis masyarakat pedesaan dan perkotaan menghadapi diversifikasi pangan pokok. Humanitas. VIII (1): p. 89-104
Ilham N, B Wiryono, K. Kariyasa, M.N. Kirom, S. Hastuti. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. Laporan Teknis. Pusat Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2017. Hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016. Jakarta.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). [Internet]. [diunduh 2018 Jan 16]. Tersedia dari:http:// www.litbang.pertanian.go.id/ krpl/isi-panduan.pdf
Kusharisupeni. 2002. Peran status kelahiran terhadap stunting pada bayi: sebuah studi. Prospektif. J. Kedokteran Trisakti 23 (3):73-80
Lesmono WD. 2016. Analisis permintaan pangan hewani Indonesia dengan generalized method of moments pada model quadratic almost ideal demand system. [Tesis]. Universitas Pakuan. Bogor.
Luthfia AR. 2013. Menilik urgensi desa di era otonomi daerah. J. Rural and Development. IV (2):135-143.
Menteri Pertanian. 2016 Mei 2. Swasembada Protein Hewani. Sinar tani. Editorial (kol 1).
Mustofa, D Wahyuni, L Purnastuti. 2016. Elastisitas tiga bahan pangan sumber protein hewani di Indonesia. Jurnal Economia, 12(1): 43-53
Mitra. 2015. Permasalahan anak pendek (stunting) dan intervensi untuk mencegah terjadinya stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). J. Kesehatan Komunitas. 2 (6):254-261
[OECD] Organization for Economic Cooperation and Development. 2015. Survei Ekonomi OECD Indonesia. [Internet]. [diunduh 2017 Des 3]. Tersedia dari: http://www.oecd.org/eco/ surveys/ economic
[Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2015a. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Peternakan. Daging Sapi. [Jakarta (ID): Kementerian Pertanian
[Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2015b. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Peternakan. Telur. [Jakarta (ID): Kementerian Pertanian
Rusfidra. 2013. Urgensi Protein Hewani untuk Kecerdasan. [Internet]. [diunduh 21017 Des 15]. Tersedia dari: http://www. bunghatta.ac.id/artikel/120
Satterthwaite D, GM. Granahan, C Tacoli. 2010. Urbanization and its implications for food and farming. Philosophical Transactions.B. 365(1554):,2809-2820.
Soedjana DT. 2013. Partisipasi konsumsi sebagai alat ukur status ketahanan pangan daging. Wartazoa. 23 (4):166-175.
Suryana, A.2014. Arah dan kebijakan ketahanan pangan nasional. Focus Group Discussion "Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia Melalui Pengembangan Ketahanan Pangan".Diselenggarakan oleh Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia. Jakarta, 28 Oktober 2014.
Suryani E, Hermanto, HP Salim, M Ariani, RN Suhaeti, GS Hardono. 2016. Dinamika pola konsumsi pangan dan implikasinya terhadap pengembangan komoditas pertanian. Laporan Akhir. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Umeta M, West CE, Verhoef H, Haidar J, Hautvast J. 2003. Factors associated with stunting in infants aged 5–11 months in the dodota-sire district, rural Ethiopia. J.Nutrition. 133(4):1064-1069
Yangbe CO, Orewa SI. 2009. Determinants of daily protein intake among rural and low income urban households in Nigeria. American-Eurasian Journal of Scientific Research 4 (4): 290-301, 2009 ISSN 1818-6785 © IDOSI Publications, 2009.