Kebijakan Swasembada Gula: Apanya yang Kurang?
Abstract
Swasembada gula dan peningkatan pendapatan petani tebu adalah salah satu tujuan pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Banyak lembaga/kementerian terlibat untuk mewujudkannya, baik swasembada gula putih maupun gula rafinasi. Berbagai kebijakanpun dirancang untuk mempengaruhi keputusan petani tebu, industri pengolahan tebu, industri gula rafinasi, industri makanan dan minuman (mamin), industri farmasi, konsumen dan pelaku perdagangan untuk mencapai tujuan nasional tersebut. Karena kebijakan masing-masing instansi dan kementerian belum terkoordinasi dengan kuat, maka potensi konflik dalam mencapai tujuan diperkirakan tinggi. Tujuan tulisan ini adalah untuk: (i) menganalisis konflik antara tujuan swasembada gula putih dengan tujuan lainnya, (ii) menganalisis konflik antara pengembangan agroindustri gula rafinasi yang terpisah dengan pembangunan sektor pertanian, sehingga industri ini sepenuhnya bergantung pada bahan baku impor, dan (iii) mempelajari struktur pasar gula dalam negeri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebijakan gula tersebut belum terintegrasi dengan baik, belum mengarah ke tujuan yang sama. Pada umumnya, masing-masing kementerian/ lembaga lebih berorientasi pada kepentingan jangka pendek daripada jangka panjang, dan dirancang secara ad hoc, dan parsial. Demikian juga, kebijakan distribusi/perdagangan yang dirancang pemerintah belum mampu mengoreksi konsentrasi perdagangan gula, sehingga pasar gula semakin menjauhi struktur pasar persaingan dan pasar yang adil, dan yang muncul adalah pasar oligopoli/oligopsoni.