Implementasi dan Dampak Penerapan Legislasi Penyuluhan Pertanian Terhadap Capaian Swasembada Pangan
Keywords:
implementasi, dampak, legislasi, penyuluhan, swasembada pangan, implementation, impact, legislation, extension, food self-sufficiencyAbstract
English
Law No. 16/2006 on Agricultural Extension System, Fisheries and Forestry and its derivative regulations have not improved extension workers’ performance to meet farmers’ needs including that to succeed food self-sufficiency. This paper aims to analyze (1) implementation of extension laws especially in food self-sufficiency achievement; (2) problems faced by officials and extension workers in implementing agricultural extension; and (3) impacts of extension laws on of food self-sufficiency achievement target. Primary data and information were collected through interviews and group discussions using an ethno-methodology approach. The results showed that extension laws implementation did not fully match with the Law No. 32/2004, especially its derivatives such as PP No. 41/2007 and PP No. 38/2007. However, such derivative legislation was consistent with Law No. 16/2006 and supported rice self-sufficiency achievement in 2014. Implementation of agricultural extension laws deals with the position of agriculture sector is not the priority such that coordination and synchronization between central and regional governments’ development programs are still weak. Extension workers’ assistance to farmers improved food productivity by 29 to 32.7%. It is necessary to enhance extension workers’ assistance to farmers through farmers’ capacity building, not solely to increase the food production
Indonesia
Undang Undang No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K); serta peraturan perundang-undangan di bawahnya tampaknya belum memberikan ruang bagi penyuluh untuk dapat bekerja dengan baik sesuai kebutuhan petani. Dalam hal ini termasuk menjawab kebutuhan untuk membuat penyuluh lebih progresif dalam menyukseskan swasembada pangan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis (1) implementasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan; (2) permasalahan implementasi di bidang penyuluhan; dan (3) dampak implementasi legislasi penyuluhan pertanian terhadap capaian sasaran swasembada pangan.  Wawancara dan diskusi kelompok dengan pendekatan ethnomethodology dilakukan untuk mendapatkan informasi yang holistik terkait dengan tujuan evaluasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi peraturan perundang-undangan di bidang penyuluhan belum sepenuhnya sinkron dengan UU No.32/2004, terutama poduk turunannya, yaitu PP No. 41/2007 dan PP No. 38/2007.  Produk turunan perundang-undangan di bidang penyuluhan telah konsisten dengan UU No. 16/2006, dan telah mendukung pencapaian swasembada beras di tahun 2014.  Permasalahan implementasi di bidang penyuluhan pertanian terkait dengan posisi sektor pertanian sebagai ‘urusan pilihan’ sehingga koordinasi dan sinkronisasi antara program pembangunan pusat dan daerah masih lemah. Dampak implementasi legislasi penyuluhan terlihat dari peran pendampingan/pengawalan penyuluh terhadap petani telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas padi sebesar 29−32,7%. Implikasinya secara nasional adalah intensitas pendampingan penyuluh terhadap petani perlu ditingkatkan yang berorientasi pada peningkatan kapasitas petani, bukan semata-mata pada peningkatan produksi.ÂÂÂÂ