Pemasaran Cabai dan Bawang Merah (sebuah studi di daerah sistem sorjan)
Abstract
IndonesianPemasaran kerap kali menjadi masalah utama dalam pengembangan produk pertanian terutama komoditi yang tidak tahan lama seperti sayuran. Oleh karenanya dalam rangka pengembangan pola tanam di mana sayuran akan menjadi salah satu komponennya penelitian pemasaran dipandang perlu diadakan sebagai suplemen terhadap penelitian teknis agronomis dan usahatani. Dengan metoda survey kasus pemasaran cabai dan bawang merah di daerah sorjan ini diteliti. Data dianalisa dalam lingkup saluran tataniaga, fungsi tataniaga dan marjin pemasaran. Saluran utama pemasaran cabai bermula dari petani menjual produk ini ke pedagang pengumpul, diteruskan ke pedagang lokal kecamatan dan akhirnya kepada pedagang besar di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Cabang utama lain dari pedagang kecamatan meneruskan ke pengusaha pengeringan di Kutoarjo. Melalui perantara dari pengusaha pengeringan diteruskan ke eksportir di Semarang. Saluran utama pemasaran bawang merah lebih sederhana: petani, pedagang pengumpul desa, pedagang lokal kecamatan, pedagang besar di Yogya, Bandung, Jakarta, Purwokerto dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Tidak ada cabang ke saluran ekspor. Dari analisis fungsi pemasaran komoditi cabai maka fungsi tukar menukar berjalan lancar, ditandai dengan lebih dari 70 persen selalu tunai Artinya maksimum 30 persen kasus dibayar kemudian. Hal ini karena didukung oleh 68 persen modal adalah milik sendiri dan kurang lebih 30 persen modal berasal dari pinjaman dari candak-kulak atau pedagang. Kegiatan fungsi fisik lainnya belum berarti kecuali pada lembaga pemasaran yang telah jauh dari lokasi produksi dan makin besar volume komoditi yang dipasarkan seperti pengeringan di Kutoarjo. Dari komoditi bawang merah maka gradasi kualitas telah ada dalam transaksi terutama antara petani kepada pedagang pengumpul desa. Faktor kualitas dan kepada siapa bawang akan dijual kemudian oleh pedagang pengumpul menentukan fungsi tukar menukar. Kualitas bawang kering tak berdaun merupakan yang paling baik sehingga menyebabkan pedagang dengan senang hati melakukan transaksi tunai (lebih 90 persen) tanpa banyak terpengaruh oleh rantai selanjutnya. Tetapi untuk bawang kering berdaun dan basah berdaun pedagang pengumpul desa yang menjual ke pedagang lokal kecamatan hanya membayar dulu 50 dan 37 persennya. Sedangkan untuk pedagang pengumpul yang akan menjual di Purworejo untuk kedua kualitas tersebut membayar dulu 70 dan 50 persen. Faktor kualitas juga sangat mempengaruhi distribusi spasial komoditi bawang merah. Analisis marjin memberikan gambaran bahwa untuk komoditi cabai besar dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta petani memperoleh 77 persennya sedang untuk cabai kecil hanya 58 persen. Untuk komoditi bawang merah kering tak berdaun dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta juga petani mendapat 71 persen. Kelihatannya komoditi bawang merah dengan kualitas yang tepat (kering tanpa daun) dan cabai besar sudah memperoleh saluran pemasaran yang balk.
Downloads
Published
2016-09-14
How to Cite
Djauhari, A., & Malian, A. H. (2016). Pemasaran Cabai dan Bawang Merah (sebuah studi di daerah sistem sorjan). Forum Penelitian Agro Ekonomi, 1(1), 55–64. Retrieved from https://epublikasi.pertanian.go.id/berkala/fae/article/view/1154
Issue
Section
Articles