Konversi Lahan Sawah Indonesia sebagai Ancaman terhadap Ketahanan Pangan

Authors

  • Anny Mulyani BBSDLP (ICALRD) IAARD MoA
  • Dwi Kuntjoro BBSDLP, Balitbangtan, Kementan
  • Dedi Nursyamsi BBSDLP, Balitbangtan, Kementan
  • Fahmuddin Agus BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Abstract

Abstrak. Konversi lahan sawah  terus berlangsung dan hal ini merupakan ancaman terhadap pencapaian target swasembada pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju konversi lahan dengan membandingkan analisis spasial dengan resolusi sedang dan analisis dengan citra resolusi tinggi. Penelitian dilaksanakan dari tahun 2013 sampai 2015 di Sembilan provinsi sentra produksi padi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Gorontalo. Untuk tingkat provinsi digunakan data Landsat TM 7  tahun 2000 dibandingkan dengan data tahun 2013, sedangkan untuk analisis tingkat desa dan kecamatan (67 desa/kecamatan di 9 provinsi yang sama) digunakan data IKONOS, Quickbird, atau Worldview dengan beda waktu citra antara 8 dan 12 tahun yang tersaji dalam Google Earth. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan citra satelit Landsat TM 7 memberikan nilai konversi lahan lebih rendah (sekitar 12.347 ha/tahun untuk 9 provinsi) karena konversi lahan dengan luasan < 5 ha sulit dideteksi. Dengan penggunaan Google Earth, konversi lahan sawah diperkirakan 96.512 ha/tahun, dengan laju konversi bervariasi atas tinggi (> 4%/tahun), sedang (2-4%/tahun) dan rendah (<2%/tahun). Lahan sawah dengan laju konversi tinggi diperkirakan akan terkonversi habis pada tahun 2025. Lahan sawah dengan laju konversi sedang hanya akan tersisa sekitar 200.000 ha pada tahun 2045 dari luas sekitar 1,7 juta ha pada tahun 2014. Lahan sawah dengan tingkat kerawanan rendahpun akan berkurang dengan berjalannya waktu. Lahan sawah seluas 8,1 juta ha sekarang akan menciut menjadi hanya sekitar 6 juta ha menjelang tahun 2045. Jika tidak ada pengamanan terhadap lahan sawah yang ada sekarang dan bila tidak ada pencetakan sawah baru secara signifikan, akan terjadi ancaman terhadap ketahanan pangan Indonesia.  

Abstract. Paddy field conversion is continuing and it is threatening food self-sufficiency target. This research was aimed at analyzing the rate of paddy field  conversion and comparing the spatial analytical methods using medium and high resolution images. The research was conducted from  2013 to 2015 in nine important rice producing provinces, namely West Java, East Java, Bali, West Nusa Tenggara, South Sulawesi, South Kalimantan, South Sumatra, North Sumatra, and Gorontalo. For the provincial level analysis, the 2000 Landsat TM was compared to that of 2013, whereas for the village and sub-district level analysis (67 villages/sub-districts) the images of IKONOS, Quickbird, and Worldview with 8 to 12 year image time differences as presented in the Google Earth, were used. The results shows that the use of Landsat TM 7 under-estimated the conversion (about 12,347 ha/year in the nine provinses), because conversion of <5 ha is undetectable. Using the Google Earth images the national conversion rate was estimate as high as 96,512 ha/year, with the rates vary from   rapid (> 4%/year), moderate (2-4%/year) and slow   (<2%/tahun). Paddy fields with rapid conversion rates are estimated to demise by 2025. Those with moderate conversion rates will become only about 200,000 ha in 2045 from 1.7 million ha in 2014. The area of paddy field with slow conversion rate will also decrease with time. The 8.1 million ha current paddy field will decrease to about  6 million ha by 2045, assuming the same conversion rate compared to the historical one. Without significant efforts of safeguarding the existing paddy field and without development of new paddy field, the Indonesian food security targets will go astray. 

 

 

Author Biographies

Anny Mulyani, BBSDLP (ICALRD) IAARD MoA

Senior Researcher at ICALRD, IAARD, Ministry of Agriculture

Dwi Kuntjoro, BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Drs. Dwi Kuntjoro, MA

Dedi Nursyamsi, BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr

Peneliti pada BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Fahmuddin Agus, BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Prof. Dr. Fahmuddin Agus

Peneliti Senior pada BBSDLP, Balitbangtan, Kementan

Published

2016-12-23

Issue

Section

Articles