Analisis Fungsi Produksi Usahatani untuk Menunjang Pengembangan Daerah Aliran Sungai Cimanuk

Authors

  • Agus Pakpahan Pusat Penelitian Agro Ekonomi Jl. Jend Ahmad Yani No.70 Bogor

Abstract

Indonesian

Sekitar 43 persen dari total luas DAS Cimanuk telah dijadikan lahan sawah. Hampir 50 persen sawah tersebut berada pada selang ketinggian 0-50 meter dari muka laut, atau dapat juga dikatakan berada di DAS Cimanuk bagian hilir. Dari sawah seluas itu, 48.8 persen dapat diairi dua kali setahun, 41.6 persen satu kali setahun dan 9.6 persen tadah hujan (Dent et al, 1977). Dalam pada itu, jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan pertanian telah menyebabkan nisbah lahan pertanian-orang sangat rendah. Selain langka dalam arti kuantitas, kelangkaan lahan di DAS Cimanuk terjadi pula dalam segi kualitas, yang tergambar dalam kemampuan lahan. Di DAS ini, lahan yang terluas adalah Kelas Kemampuan Lahan (KKL) III, IV, dan V, masing-masing seluas 25 persen, 30 persen dan 13 persen dari total area. KKL I tidak dijumpai dan KKL II hanya 0.04 persen dari total area. Total luas DAS Cimanuk adalah 400 705 ha. Dilatarbelakangi oleh keadaan itu, maka pertanyaan yang timbul adalah faktor-faktor apa saja yang strategis untuk ditangani agar dalam keterbatasan tersebut produksi pangan masih tetap dapat ditingkatkan guna mencukupi kebutuhan pangan penduduk. Dalam menganalisa pertanyaan di atas digunakan tiga bentuk hubungan fungsi: (1) fungsi pangkat, (2) fungsi transcendental dan (3) fungsi inversi log-log. Data yang dianalisa terbagi dalam empat golongan: (1) DAS Cimanuk Agregat, (2) KKL III, (3) KKL IV dan (4) KKL V. Pembandingan Nilai Produk Marginal dengan Nilai Korbanan Marginal digunakan untuk menguji tingkat alokasi masukan. Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa model yang sesuai adalah model transcendental, dan masukan usahatani yang memberikan respon terpenting adalah: luas lahan garapan dan setelah itu pupuk anorganik. Jumlah penggunaan tenaga kerja sudah harus dikurangi. Pada KKL yang berbeda respon luas maupun pupuk berbeda pula. Pada KKL III, KKL IV, dan KKL V besaran respon luas garap pada masing-masing KKL tersebut adalah: 0.75, 0.53 dan 0.24; sedangkan respon pupuk anorganik pada masing-masing KKL tersebut adalah: 0.20, 0.16 dan 0.04. Selanjutnya, hasil pembandingan Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal menunjukkan bahwa usahatani sawah pada KKL V adalah tidak efisien, sedangkan pada KKL III dan IV penggunaan masukan masih perlu dikembangkan agar mencapai tingkat  optimal, kecuali untuk masukan tenaga kerja. Untuk dapat menangkap respon dari luas garapan yang cukup tinggi mungkin dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas tanam. Hal tersebut dapat dilakukan apabila sistim irigasi yang tersedia memadai. Sedangkan untuk mengamankan irigasi dan melestarikan sumberdaya lahan dan air maka investasi dalam bidang konservasi sumberdaya lahan/tanah dan air di DAS Cimanuk bagian hulu sangat diperlukan.

Downloads

Published

13-10-2016