Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan di Pedesaan : Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga di Abad 21

Authors

  • Tri Pranadji
  • Saptana Saptana

Keywords:

ecological based pest management, organic farming, agricultural revolution, rural areas, pengelolaan serangga berbasis ekologi, pertanian organik, revolusi pertanian, pedesaan

Abstract

English
First Phase Agricultural Revolution was characterized by environmentally-friendly settled farming with its weakness of low productivity. Food crisis hampering Asian countries (1950-1960' s) raised spontaneous responses. Measures to overcome food crisis began with Central Rice Program also called as green revolution in Indonesia or Second Phase Agricultural Revolution. Until 1979, pests control was mainly approached using mass killing chemicals imported from abroad. Negative impact of chemical application was rise of new biotypes of pests such as rice plant hoppers’ attack. Progress in chemical innovation was left behind compared with new biotypes of pests Agricultural practices are managed toward monoculture pattern or  single variety to some extent. Based on those problems, it is necessary to manage agricultural system and pests control using a new approach called as Ecological Based Pest Management (EBPM). This approach will be more effective if it is applied along with Third Phase Agricultural Revolution, namely highly competitive organic farming development.


Indonesian
Revolusi pertanian gelombang pertama yang dicirikan oleh sistem pertanian menetap namun masih bersahabat dengan alam, memiliki titik lemah karena pencapaian produktivitas yang masih rendah. Terjadinya krisis pangan yang melanda negara-negara Asia (1950-1960-an) telah menimbulkan respon yang kurang terencana dan bersifat spontan. Upaya mengatasi krisis pangan dilakukan dengan Program Padi Sentra, yang merupakan awal revolusi hijau (green revolution) di Indonesia atau disebut Revolusi Pertanian Gelombang Kedua. Pada periode hingga 1979 pengelolaan pertanian khususnya hama serangga didekati dengan obat-obatan kimia pembunuh masal, yang merupakan produk impor dari luar. Dampak negatif yang sangat dirasakan adalah munculnya hama biotipe baru dari famili serangga, seperti kasus serangan wereng. Sampai-sampai kecepatan inovasi bahan kimia pembunuh serangga tidak mampu mengimbangi perkembangan biotipe baru serangga tersebut. Sistem pertanian digiring ke arah pola monokultur dan bahkan monovarietas. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan pengelolaan sistem pertanian dan pengelolaan serangga dengan pendekatan baru, yaitu dengan pendekatan EBPM (Ecologycal Based Pest Management). Pendekatan ini akan lebih efektif jika dikaitkan dengan dijalankannya Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga yang visinya adalah pembangunan pertanian organik yang berdaya saing tinggi. Dukungan kebijakan politik pemerintah yang baik, dan kepemimpinan negara yang kuat untuk menjalankan Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga secara terarah dan efektif sangatlah dibutuhkan.

Author Biographies

Tri Pranadji

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Saptana Saptana

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Downloads

Published

2016-08-18

How to Cite

Pranadji, T., & Saptana, S. (2016). Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan di Pedesaan : Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga di Abad 21. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 23(1), 38–47. Retrieved from https://epublikasi.pertanian.go.id/berkala/fae/article/view/1429