Pendirian Bank Pertanian di Indonesia: “Apakah Agenda Mendesak?â€ÂÂÂ
Abstract
Proporsi penyaluran kredit lembaga perbankan nasional yang masih rendah ke sektor pertanian, memunculkan kembali wacana pendirian lembaga keuangan khusus untuk sektor pertanian. Salah satu bentuk lembaga keuangan yang diusulkan oleh beberapa pihak adalah berupa bank pertanian. Tulisan ini berusaha mengemukakan beberapa pandangan tentang urgensi bank pertanian dan lembaga keuangan apa yang sesuai untuk membantu penyediaan modal bagi pelaku usaha sektor pertanian. Pembentukan bank pertanian masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan praktisi pertanian maupun perbankan. Perdebatan tersebut menyangkut definisi, efektivitas, sumber modal, cakupan pembiayaan, format bank, dan aspek teknis lainnya. Bagi pihak yang pro pembentukan bank pertanian menganggap bank pertanian akan dapat mengatasi kebutuhan modal yang besar, lebih fokus, mengurangi moral hazard kredit program, dan dapat mengakselerasi pembangunan sektor pertanian. Sementara pihak yang kontra menganggap bank spesialis tidak akan viable, memiliki ketergantungan dana dari pemerintah/lembaga donor, terisolasi dari lingkungan perbankan, dan dapat mendistorsi pasar kredit. Di samping itu pembentukan bank pertanian belum dapat menjamin efektivitas dan efisiensi dalam membiayai sektor pertanian serta memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Dengan kompleksitas pembentukan bank pertanian serta berdasarkan fakta bahwa pelaku usaha pertanian umumnya petani menengah-kecil, maka lembaga keuangan khusus pertanian berbentuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dipandang lebih sesuai menjadi sumber pembiayaan usahatani. LKM memiliki beberapa keunggulan diantaranya: kemudahan akses, proses lebih cepat, prosedur relatif sederhana, dekat dengan lokasi usaha, dan pengelola LKM umumnya lebih memahami dan mengenal karakter petani.